Media Darling dan Media Genic


Kedua kata (media darling dan media genic) memang cukup populer saat ini, dimana semua orang membicarakan media yang memang saat ini digemari oleh banyak orang, yaitu sosial media. Tak sedikit demi mengejar dua predikat ini beberapa Perusahaan memproduksi berita atau iklannya agar terus dapat berinteraksi dengan Audiens-nya. 

Pada kasus dua orang pejabat publik di indonesia ini mereka sangat tahu dan mengerti bagaimana caranya menggunakan sosial media dengan tepat. Kalau dulu era SBY memang kita juga sudah melihat, bagaimana Beliau menggunakan Sosial media untuk mencoba berinteraksi dengan Audiens-nya, namun kalau gue bilang hasilnya masih agak kurang maksimal dibandingkan dengan kedua orang ini. 

Andai, semua pejabat publik rata di Indonesia seperti ini, maka citra sosial media tidaklah selalu buruk dan bahkan cenderung banyak membawa manfaat. Karena akhirnya sosial media dijadikan ruang tersendiri untuk berkomunikasi antara user dengan Audiens-nya. 

Gue terkadang agak skeptis kalau berbicara politik saat ini, dimana pembolak-balikkan fakta sering sekali terjadi. Sehingga buat orang-orang yang awam kayak gue ini merasa kebingungan akan mana yang seharusnya gue percaya. 

Akhirnya era otentifikasi tentang user itu sendiri terklarifikasi dengan sendirinya. Dimana saat ini Audiens sudah tidak ingin lagi berbicara dengan seorang admin yang diperkerjakan untuk membalas interaksi mereka lewat sosial media. 

Terbukti dari kedua orang ini yang selalu memantau terus sosial medianya untuk kebutuhan mereka mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Jika sudah seperti ini, maka media yang mereka gunakan dengan nick name user mereka sendiri sudah barang tentu menjadi satu hal yang postitif information yang bisa jadi dibutuhkan oleh para Audiens-nya. 


Gue lihat dan gue tonton sendiri apa yang telah mereka kerjakan melalui salah satu acara yang kebetulan ini adalah acara favorit gue juga. Dimana akhirnya mereka mendapatkan predikat media genic dari seorang pakar yang memang dibidang komunikasi.

Sebenarnya agak gak peduli sih dengan ini semua sudah direncanakan atau dipersiapkan oleh partai politik untuk menciptakan pencitraan yang kemudian suatu saat nanti sosok mereka bisa dipakai menjadi alat untuk politik kembali kedepannya, gue terkadang udah cukup gerah memprediksi itu semua.

Yang gue lihat disini bukan PDI dan Gerindra, tapi yang gue lihat disini adalah Seorang Ridwan Kamil dan Ganjar Pranowo yang berusaha membangun ruang komunikasi mengandalkan kecanggihan teknologi yang sudah disediakan saat ini.

Mereka sangat sadar, kalau akhirnya sebuah ruang bisa dibangun pada sosial media yang juga disukai oleh banyak sekali orang Indonesia. Caranya mereka membangun cara tersendiri dalam menyelesaikan permasalahan melalui sosial media inilah yang sangat membuat gue tertarik.

Mereka menggantikan tatap muka dengan Twitter, mereka menggantikan komunikasinya dengan rakyatnya menggunakan Facebook, sungguh luar biasa bukan. Akhirnya itu bisa diatur sedemikian rupa menjadi satu media yang sangat mumpuni sekali dalam menggali informasi yang mereka butuhkan.

Merekalah Media Genic, mampu membuat citra positif dari sosial media yang selama ini banyak orang yang terombang-ambing dengan berita yang sangat membingungkan.

Masalah perbedaan Media Darling dengan Media Genic akhirnya bisa kita dengar sendiri pada tayangan Youtube yang gue share diatas. Itu langsung loh disampaikan oleh pakar komunikasi sosial media.

Bahwa apa yang selalu dikatakan atau dihadirkan oleh kedua orang ini pada sosial media, maka hasilnya adalah "POSITIF" ...... (luar biasa).

Gue rasa kalau mereka tidak menghiraukan apa yang sudah mereka (berdua) lakukan, maka kedepannya model-model lama cara berkomunikasinya akan segera ditinggalkan oleh Audiens-nya. Otentik, langsung dari orangnya, langsung dari sumbernya bukan diwakilkan oleh Admin yang akhirnya bisa saja terjadi noise komunikasi antara penyampai dan yang menyampaikan, jika sudah dia yang menyampaikan sendiri tentu noise itu kecil kemungkinan terjadi.

Sudah saatnya lah saat ini kita mempunyai seorang pejabat yang memang visinya membangun wilayahnya, daerahnya bahkan sampai Negaranya. Udah gak jamannya lagi, mengincar jabatan tertentu untuk maksud yang tidak baik.

Kalau 34 Propinsi di Indonesia menggunakan cara yang sama, maka kita akan mampu memperoleh pelayanan publik yang maksimal dan "cepat".

Bayangkan kita bisa langsung protes, menyampaikan sesuatu atas pelayanan publik, dan kita bisa mengkritik langsung pelayanan publik kepada atasnya langsung, kan sungguh itu bukan yang diidam-idamkan oleh semua khalayak orang banyak di Negeri ini.

Mudah-mudahan ini akan semakin terus diikuti oleh yang lainnya.






Salam Kreatif,
Arie fabian

Comments